Diktis: Jadikan Pengabdian Masyarakat Sebagai Kerja Kemanusiaan

By Abdi Satria


nusakini.com-Manado - Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Arskal Salim mengingatkan Pergutuan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) agar menjadikan program pengandian masyarakat sebagai kerja kemanusiaan. 

Menurutnya, pengabdian kepada masyarakat bukan semata-mata bagaimana mahasiswa terjun di masyarakat. Lebih dari itu, pengabdian kepada masyarakat harus dipandang sebagai bagian kerja kemanusiaan.  

“Sebagai kerja kemanusiaan, pengabdian kepada masyarakat memiliki aspek transendental yang ada muatan teologis di dalamnya. Pengabdian adalah bagian dari ibadah. Karena itu aspek yang menjadi problem di masyarakat bukan sekadar imajinasi civitas akademika saja, tetapi yang lebih mendasar adalah pengabdian itu dilakukan dengan pembacaan atas realitas di masyarakat yang cukup kompleks,” terang Arskal saat menjadi pembicara pada “Evaluasi Teknis, Training of Trainer (TOT), Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Swakelola (PKS), dan Bimbingan Teknis Substansi-Administrasi KKN Tematik Revolusi Mental 2019” di Manado, Senin (15/04).  

Acara ini digelar Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Menurut Arskal, pengabdian masyarakat seharusnya dilakukan dengan serius karena merupakan distingsi yang dimiliki oleh perguruan tinggi Indonesia. Keseriusan menangani pengabdian masyarakat akan memiliki implikasi pada kemajuan perguruan tinggi. 

Arskal mengajak PTKI untuk belajar tentang posisi perguruan tinggi di negara-negara maju. Dia melihat, kemajuan negara besar juga dipengaruhi oleh kondisi perguruan tingginya. “Karena itu kalau ingin memajukan negeri kita, maka PT kita harus dipicu supaya maju,” tegas Arskal. 

Arskal menyebut dua hal yang menjadi karakter distingtif PTKI. Pertama, integrasi keilmuan. Karakter ini penting karena selama ini ada kesan pertentangan antara Islam dan ilmu pengetahuan. Karena itulah maka integrasi keilmuan menjadi aspek yang penting bagi PTKI. 

Kedua, moderasi beragama. Moderasi beragama merupakan upaya untuk memberikan kontribusi positif PTKI sebagai bagian dari bangsa untuk terus merawat perjuangan dan nilai kebangsaan. Moderasi beragama, tegas Arskal, merupakan fondasi utama. Jika bukan moderasi, maka akan terjebak pada ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Dan ini membahayakan bagi kehidupan kebangsaan kita. 

Berkaitan dengan pengabdian masyarakat, Arskal menjelaskan beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu: (1) mulai dari bawah; (2) mulai dari lingkar kampus; (3) digitalisasi dan terkoneksi. Dengan tiga langkah ini, diharapkan terjadi transformasi sosial sehingga terjadi peningkatan kapasitas dosen dan masyarakat dalam konteks pengabdian. Hal ini menjadi mungkin dilakukan dengan terus-menerus mengembangkan sikap kreatif dan inovatif. 

Pada akhir paparannya, Arskal menyebut beberapa contoh PTKIN yang mengembangkan pengabdian masyarakat yang menarik untuk dijadikan contoh. UIN Raden Intan Lampung mengembangkan digitalisasi desa, UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau mengembangkan literasi informasi, dan IAIN Tulungagung yang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai perguruan tinggi terbaik pelaksana KKN Revolusi Mental tahun 2018 sebagai pelaksana Tata Kelola terbaik yang mengembangkan literasi hasil KKN, desa wisata, dan desa digital. (p/ab)